Sabtu, 07 Desember 2019

Literasi Digital Sebagai Alat dalam Menghalau Ancaman Non Militer

Ancaman Non Militer
Perubahan itu merupakan suatu keniscayaan, sesuatu yang pasti akan terjadi tanpa bisa kita hindari. Seiring berjalannya waktu, perubahan kerap muncul dalam kehidupan kita. Begitu juga yang terjadi dengan perubahan dalam karakteristik ancaman yang dihadapi suatu Negara. Jika dahulu karakteristik ancaman yang dihadapi dalam bentuk fisik, namun sekarang tidak lagi. Saat ini ancaman yang paling sering muncul justru ancaman dalam bentuk non fisik. 
Negara sendiri mengatur jenis ancaman menjadi dua, yang diatur dalam Undang-Undan No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Bahwa secara garis besar ancaman dibagi menjadi dua. Yaitu ancaman militer dan non militer. Jika ancaman militer adalah ancaman yang berbentuk fisik, maka ancaman non militer adalah ancaman dalam bentuk non fisik.
Lebih lanjut, Suryokusumo menjelaskan, bahwa ancaman non militer adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor non militer yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan Negara, dan keselamatan bangsa. Ancaman non militer dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi serta keselamatan umum (2016:39).
Seperti namanya, ancaman non militer. Ancaman ini juga paling banyak bersinggungan dengan masayarakat sipil (non militer) dalam prakteknya. Walau dalam setiap ancaman memang warga sipil sebagai bagian dari masyarakat Negara, adalah objek yang paling rentan untuk menjadi target ancaman. Namun dalam prakteknya ancaman non militer langsung bersinggungan dengan masyarakat sipil, dan tak jarang tanpa melibatkan unsur militer di dalamnya.
Tulisan ini akan fokus terhadap satu dimensi dari beberapa dimensi ancaman non militer yang sudah disebutkan di atas, yaitu ancaman non militer berdimensi teknologi dan informasi. Perkembangan zaman yang semakin pesat dapat dilihat dari cepatnya penyebaran suatu infomasi. Kemudahan akses internet berimplikasi terhadap kecepatan dalam mendapatkan berita bagi masyarakat Indonesia. Namun percepatan penyebaran informasi saat ini menjadi tantangan tersendiri bagi Negara. Permasalahannya semua informasi yang tersebar belum jelas validitas kebenarannya.
Kecepatan ini seringkali membawa problem terkait dengan kualitas informasi khususnya dalam hal akurasi dan kedalaman informasi. Informasi dalam media sosial sangat mudah di dapat, instan dan seringkali tidak akurat. Sebagai medium lalu lintas informasi, media sosial selama ini hanya mengejar kecepatan, kebaharuan dan kadang mengabaikan verivikasi sebagai dasar akurasi informasi (Aspikom, 2017).
Saat ini untuk menyebarkan informasi ke ratusan bahkan ribuan orang, hanya perlu satu sentuhan kecil di smarthphone kita. Maka semua infomasi yang kita inginkan bisa kita sebar. Mudahnya akses penyebaran informasi tersebut tak selalu bermakna positif, karena nyatanya banyak oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan mereka. Dimana kepentingan mereka terkadang bertentangan dengan tata cara berkehidupan berbangsa dan bernegara.
Terkadang bahkan informasi yang disebar adalah informasi yang tidak benar dan justru menimbulkan chaos di masyarakat. Sebut saja berita hoaks yang banyak sekali berseliweran di masyarakat. Berita-berita hoaks tersebut tak jarang menimbulkan kegaduhan di dalam masyarakat karena misalnya mengandung isu SARA atau propaganda yang dapat memecah persatuan bangsa. Hal tersebut kalau terus dibiarkan akan menjadi ancaman non militer yang serius karena dapat menimbulkan perpecahan dan mungkin perang antar masyarakat.
Masalah lain dari tidak terkontrolnya persebaran informasi yang bersifat propaganda atau hoaks adalah, menjadi terkotak-kotaknya masyarakat berdasarkan kelompok, suku, ras, dan agama. Hal tersebut justru menjadi batu sandungan kita dalam merealisasikan Bhineke Tunggal Ika. Sudah dapat diprediksi, perpecahan hanya tinggal menunggu waktu saja. Dan cita-cita persatuan dan kesatuan Indonesia akan semakin sulit untuk dicapai.

Pertahanan Non militer
Ancaman non militer dapat dihalau dengan pertahanan non militer juga. Secara defenisi, pertahanan non militer adalah pertahanan yang dilakukan oleh orang sipil (bukan personil milter), dengan menggunakan cara berjuang sipil (bukan cara militer maupun para militer) untuk menghadapi utamanya segalam macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan non militer (Suryokusumo, 2016:26).
Penggunaan media sosial dan penyebaran infomasi hoaks lebih banyak tersebar di kalangan masyarakat sipil. Karena informasi di media sosial mengalir bagai bola salju, makin lama menggelinding semakin besar. terlepas dari berita yang disampaikan benar atau tidak. Nah di sinilah perlunya literasi sosial bagi masyarakat dalam memilah informasi yang terdapat di media sosial. 

Literasi Digital
Literasi Digital menurut Paul Gilster (1997) adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti computer. Secara sederhana begini, Literasi digital itu adalah kemampuan kita dalam mengolah semua informasi yang kita dapat melalui media sosial atau jaringan internet lainnya. 
Sumber: https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/infografis-literasi-digital/
Jadi literasi digital dapat dikatakan sebagai upaya pertahanan non militer untuk menghindari ancaman non militer, dalam menghalau menyebarnya informasi hoaks. Dimana informasi hoaks tersebut dapat memecah belah bangsa dan menciptakan kegaduhan yang bisa mengakibatkan perang antar saudara dalam masyarakat.
Sedari dulu, saya paling suka dengan slogan smarphone for smart people. Menurut saya itu bukanlah slogan biasa, namun banyak makna yang terkandung di dalamnya. Dengan adanya smartphone di tangan kita, seharusnya bisa memberikan efek positif dalam kehidupan kita. Misalnya dari hal kecil seperti tidak meneruskan berita yang belum jelas kebenarannya, terlebih berita yang bisa menimbulkan kepanikan dan kekacauan.
Menurut saya budaya membaca yang minim menjadi salah satu masalah terbesar dalam  literasi digital terhadap masyarakat pada umumnya. Karena budaya membaca akan berimplikasi terhadap tinggi rendahnya daya kritis dan rasa ingin tahu seseorang. Ketika sudah dimodali dengan daya kritis dan rasa ingin tahu yang besar, masyarakat harusnya bisa lebih bijaksana lagi dalam memproses informasi yang dia peroleh.
Edukasi dalam literaasi digital menurut saya menjadi tugas kita semua, seluruh elemen bangsa. Masing-masing dari kita seharusnya sudah bisa menjadi agent of changes dalam mengedukasi literasi digital bagi orang lain. Hal tersebut bisa dimulai dari orang terdekat kita sendiri, terutama keluarga. Keluarga adalah komponen terkecil yang diharapkan bisa menjadi target kita pertama sebagai agent of change. Bisa dimulai dari group keluarga atau ketika diskusi ringan dengan keluarga.
Namun sebelum menjadi agent of change bagi orang lain, hendaknya kita sudah selesai dahulu dengan diri kita. Edukasi diri kita sendiri terlebih dahulu tentang literasi digital. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengelilingi diri kita bersama orang-orang yang bisa memberikan pengaruh positif terhadap kita. Contohnya dengan masuk di komunitas, kelompok atau klub yang sesuai dengan minat kita.
Kubbu BPJ (Klub Blogger dan Buku Backpacker Jakarta) merupakan salah klub yang berada dalam komunitas Backpacker Jakarta. Selain membagikan informasi terkait jalan-jalan, buku dan blogger, kubbu.net juga concern akan pentingnya literasi digital. Hal tersebut bisa dilihat dari Karnaval Kubbu kali ini mengangkat tema salah satunya mengenai literasi digital. Kubbu secara khusus ingin mengajak anggotanya untuk mengkampanyekan literasi digital, dan secara umum ingin mengajak seluruh masyarakat agar melek literasi digital.
Pemerintah melaui lembaga-lembaga dan kementerian-kementeriannya juga sudah bergerak dalam mengkampenyakan literasi digital. Ketika semua pihak sudah saling bekerjasama dalam mengkampenyekan serta dapat mengaplikasikan literasi digital, kebocoran informasi dan hoaks seharusnya tidak perlu terjadi lagi. Dan semoga dengan bekerjasamanya semua pihak, cita-cita leluhur bangsa demi terciptanya Indonesia yang adil, makmur dan berdaulat dapat tercapai.


Daftar Pustaka
Surokim dkk. Turn Back Hoack: Tantangan Literasi Media Sosial. 2017. Buku Litera. Malang
Suryanto Suryokusumo dkk. Konsep Sistem Pertahanan Nonmiliter; Suatu Sistem Pertahanan Komplemen Sistem Pertahanan Militer dalam Pertahanan Rakyat Semesta. 2016. Yayasn Pustaka Obor Indonesia. Jakarta
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia