Selasa, 14 Mei 2019

Pertanyaan Paling Mengganggu di Dunia

Biasanya setiap anak manusia yang sudah berusia di atas 17 tahun pasti akan selalu mendapat pertanyaan yang diawali dengan kata 'kapan'. Kalau kebetulan kamu kuliah, akan ditanya 'Kapan selesai?/ Kapan wisuda?' Biasanya sih pada fase ini 'korban' masih bisa senyum senyum polos saja sambil jawab dengan penjabaran yang panjang. Itu kalau kamu masih di bawah  semester 8. Beda cerita kalau pertanyaan yang sama disampaikan kepada manusia yang berada pada fase semester 8 ke atas, atau yang dikenal dengan sebutan MA (Mahasiswa Abadi). Menjawabnya akan dengan embel-embel muka ketus.
Ketika kamu pada akhirnya menyelesaikan kuliah dan sudah di wisuda, akan muncul pertanyaan selanjutnya 'Kapan kerja?'. Pertanyaan yang sebenernya absurd banget sumpah. Dia siapa bertanya begitu, petugas sensus yang lagi menghitung jumlah pengangguran di Indonesia kah? Sabar dulu, pertanyaan itu akan berlanjut ketika kamu sudah bekerja. Akan muncul pertanyaan 'Kapan nih kita ditraktir gaji pertamanya?' biasa nanya sambil senyum senyum ga jelas. Pada fase ini emosi sudah sedikit mulai terpancing. 
Walau tidak semua orang bisa selancang itu untuk memberikan pertanyaan unfaedah macam itu.
Ketika dilihat kamu sudah bekerja, timbullah satu pertanyaan yang bisa bikin kamu emosi djiwa 'Kapan nikah?/Kapan kawin?' Kalau kebetulan pertanyaan ini dilontarkan kepada mereka yang memiliki pasangan, efeknya sih biasa-biasa saja. Lah kalau ditanyakan kepada mereka yang tidak memiliki pasangan, efeknya bisa dahsyat. Memancing keributan namanya. Belum lagi kalau ditanyakan ke mereka yang belum punya pasangan ditambah embel-embel sudah berumur. Wahhh sekelas Thanos saja bisa babak belur sepertinya.

Saya pribadi, masih ga terlalu paham apa sih fungsinya orang lain menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Dulu, saya pernah tau satu cerita yang terjadi terkait hal ini. Seorang temen (perempuan) marah sampai left group dan curhat di fasilitas umum perihal hal ini. Iya, perihal pertanyaan 'Kapan nikah?'. Ketika saya diceritakan masalahnya lewat satu kubu (kubu sipenanya), saya juga beranggapan 'Yaelah kok lebay banget sih, begituan doang juga'. Sampai akhirnya I put my mind in her (yang ditanya) shoes, finally I know why she was angry. Kita memang tidak boleh langsung menjudge seseorang seenak udel kita tanpa tau cerita sesungguhnya dan mendengarkan alasannya. Jadi yang ditanya ini adalah perempuan yang sesungguhnya juga sangat teramat ingin menikah, hanya saja Allah belum mempertemukan dia dengan jodohnya. Di satu sisi si penanya datang dengan pertanyaan 'Kapan nikah?'nya dengan embel-embel yang menurut saya berlebihan. 
Yang bikin saya kaget kemudian adalah, pembelaan si penanya. Si penanya bilang dia bertanya hanya sekedar basa basi. WTF,  basa basi guys. Saya sih ga habis fikir. Kenapa basa basi harus masalah personal orang. Kenapa bukan common issues saja yang dijadikan pertanyaan basa basi mba (:
Seperti, kenapa ya PBB belum mengirimkan peacekeeping ke Suriah, padahal kondisinya sudah parah. Kapan ya Indonesia bisa swasembada pangan. Kenapa ya Xabiru anaknya Rachel Vennya itu sangat menggemaskan. Atau kenapa ya pulau Papua itu harus diujung Indonesia. Banyak kan pertanyaan lain yang bisa dijadikan bahan basa basi dari pada ngurusin hidup orang.
Well ini saya jadi absurd nih, kebawa emosi guys. Muehehehe
Sesungguhnya pertanyaan 'Kapan nikah?' itu belum selesai di situ. Setelah pada akhirnya kamu menikah kamu akan mulai ditanya, 'Kapan punya anaknya?'
Iya tau, selelah itu jadi manusia yang hidup dalam tatanan sosial yang super sangat ramah sampai tidak bisa membedakan mana yang harusnya jadi pembahasan privasi dan mana yang bukan. Tapi apakah mengganggu kenyamanan orang lain sudah menjadi hal biasa di masyarakat kita? Apakah mengurusi kehidupan personal orang lain menjadi suatu kebanggaan bagi kita? 
Menikah itu bukan sedang berlomba, bukan tentang siapa lebih cepat dari siapa.
Saya pernah tau cerita tentang orang yang menikah muda kemudian cerai, atau yang menikah lama tapi awet. Saya juga tau orang yang menikah cepat tapi lama memiliki keturunan dan ada yang menikah lebih lama tapi langsung memiliki keturunan. Ada juga yang begitu lulus kuliah langsung mendapatkan pekerjaan tapi dia tidak nyaman dengan pekerjaannya ada juga yang sebaliknya. Dan banyak contoh lainnya yang saya yakin ada di sekitar kita.
Itu semua hanya tentang waktu, karena semua orang akan bekerja kalau dia mau dan berusaha dan semua orang akan menikah kalau ada jodohnya.

Duta Kece Goes To Baduy Dalam via Jalur Cepat

Group WA adalah titik mula rencana perjalanan Baduy kami dimulai, Saya, Bapak, Moyo, Rendy, Cici dan Vera adalah enam orang dengan komitmen kuat untuk merealisasikan Trip Baduy yang sudah kami rancang dengan beberapa teman. Ya kehidupan itu memang selalu penuh dengan seleksi alam, banyak yang mengatakan akan ikut, namun pada akhirnya hanya kami berenam yang berangkat. Ngos-ngosan karena lari-larian di stasiun Tanah Abang yang saya lakukan adalah awal perjalanan kami. Saya, Vera, Rendy dan Moyo berangkat bersama dari Stasiun Tanah Abang untuk kemudian Bapak dan Cici mulai naik dari stasiun yang berada di Tangerang. Dua jam waktu perjalanan menuju Rangkas Bitung kami habiskan dengan menceritakan kisah orang lain, siapa saja orang itu selama bukan kami berenam semua akan kami bahas hingga tuntas, menyedihkan memang kehidupan anak muda kurang produktif yang suka ghibah :(
Ini perjalanan pertama saya ke Baduy dan juga menjadi perjalanan pertama saya dengan teman berkelompok. Selama ini jika ingin travelling, saya memang lebih memilih berjalan sendiri dibanding dengan teman. Alasannnya, karena menurut saya setiap orang memiliki kebiasaan, pemikiran dan pandangan yang berbeda. Saya mau liburan dan tidak mau dibuat ribet dengan hal-hal kecil seperti masalah kita makan apa atau tidur dimana. Jadi entah kenapa kali ini saya berminat pergi dengan orang lain, mungkin ini bagian dari konspirasi alam semesta.
Sebagai satu-satunya orang dalam kelompok yang memiliki rumah di perbatasan Baduy, Bapak otomatis didaulat menjadi tuan rumah yang merangkap menjadi tour leader dan navigator di saat bersamaan (rangkap jabatan plus plus). Kami berlima hanya tinggal mengikuti arahan dari Bapak.
Sesampainya di Stasiun Rangkas Bitung sebagai stasiun terakhir yang melayani kereta Commuter Line, kami melanjutkan perjalanan ke terminal yang kebetulan posisinya sangat dekat dengan stasiun. Setelah meletakkan barang bawaan ke mini bus yang akan kami gunakan menuju perbatasan Baduy, kami pergi makan dan belanja beberapa kebutuhan. Jajanan sudah dibeli dan perut sudah kenyang, saatnya menlanjutkan perjalanan . menggunakan mini bus dengan posisi duduk di belakang, kami melanjutkan perjalanan menuju Baduy. Kurang lebih satu setengah jam adalah waktu yang ditempuh dari Terminal Rangkas Bitung menuju Desa Parigi sebagai desa perbatasan Baduy yang juga desa tempat rumahnya Bapak berada. Normalnya sih orang-orang yang akan mengunjungi Baduy akan berhenti di Desa Ciboleger,  namun kalau berangkat ke Baduy dari Desa Ciboleger akan menghabiskan 6-8 jam perjalanan. Sedangkan kalau dari Cijahe hanya menghabiskan 3-4 jam perjalanan saja. Tapi jika berangkat dari Desa Cijahe kita tidak akan melewati jembatan akar, sebagai jembatan khas jika pergi ke Baduy.
Turun dari mini bus, kami beristirahat di rumah Bapak, di Parigi. Setelah makan siang dengan menu yang bikin nagih, sholat dan packing ulang barang, kami melanjutkan perjalanan kembali, kami harus bergegas karena waktu sudah semakin sore. Perjalanan selanjutnya kami menggunakan ojek motor dengan tarif 50k pergi dan pulang dari Parigi ke Cijahe sebagai desa perbatasan Baduy. Sampai di Cijahe sebagai desa yang menjadi akses cepat jika akan ke Baduy, kami harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki mengingat tidak diperbolehkannya penggunaan kendaraan di Baduy. Di perbatasan Baduy, kami langsung mencari penduduk local yang bersedia menjadi guide kami selama perjalanan. Hal tersebut penting mengingat kami merupakan pendatang dan untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan. Lokasi pemberhentian terakhir kami dengan ojek merupakan desa perbatasan Baduy dengan luar dan itu merupakan akses cepat menuju Baduy dalam, Desa Cijahe namanya.

Setelah satu jam berjalan kaki, kami akhirnya sampai di Baduy Luar. Kami langsung disambut pemandangan masyarakat Baduy yang mengenakan pakaian hitam serta rumah-rumah masyarakat Baduy yang terbuat dari anyaman. Jalanan menanjak tanah merah serta jalanan dengan batu adalah pemandangan yang ada di Baduy Luar. Menyapa sebentar masyarakat Baduy Luar dan mengambil beberapa foto dengan latar belakang rumah masyarakat Baduy, adalah kegiatan yang kami lakukan sambil menunggu guide yang pulang sebentar ke rumahnya. Kemudian kami melanjutkan perjalanan sesungguhnya dengan medan yang lebih keras lagi, perjalanan ke suku Baduy Dalam.
Perjalanan yang sesungguhnya baru saja dimulai, tracking ke ke Desa Suku Baduy Dalam. Demi keamanan, kami mengatur formasi perjalanan dengan meletakkan para perempuan di tengah dan laki-laki di belakang. Saya sangat mengapresiasi para lelaki yang ada di kelompok kami, dimulai dari Bapak yang bersedia membawa tas Cici demi meringankan beban Cici. Juga Moyo yang selalu sigap menjaga Cici dan Rendy yang baru saya sadari sebenernya tidak melakukan apa-apa tapi saya yakin dia siap siaga. Oh ya jangan lupakan Vera, walau dia perempuan tapi dia sudah terbiasa naik gunung. Jadi dia lebih siap dibandingkan saya dan Cici.
Setelah berjalan selama satu jam, kami istirahat guna menghilangkan sedikit lelah di sebuah gubug yang kosong. Memakan cemilan sambil mengisi ulang tenaga. Kondisi sudah sedikit gelap dan langit sudah mendung. Setelah istirahat secukupnya, kami melanjutkan  kembali perjalanan. Gelap mulai menghampiri bumi pertanda posisi matahari sudah diganti oleh bulan dan kami masih harus melanjutkan perjalanan. Sudah mau memasuki desa Baduy Dalam, saat langit tidak lagi mampu membendung air yang menggenanginya dan hujan mulai turun. Kami berhenti sebentar di sebuah bangunan yang ternyata berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi masyarakat Baduy untuk menggunakan jas hujan. Selesai menggunakan jas hujan dan berjalan beberapa langkah, kemudian kejadiaan naas itu terjadi. Saya jatuh terpeleset menghantam tanah yang basah. Sakit dan malunya seimbang, masalahnya yang dijaga sekali agar tidak terjatuh itu adalah Cici namun mengapa saya yang terjatuh. Selesai saya bangun kembali, ledekan anak-anak tetap terdengar sampai kami akhirnya memasuki Baduy Dalam. Begitulah teman, meledek baru membantu. Ah saya baru ingat, mereka bahkan tidak membantu saya sama sekali. Saya bangun dan bersih-bersih sendiri -_-.
Setelah melewati satu sungai yang dihubungkan oleh sebuah jembatan, kami disambut dengan kerlip cahaya obor dari kejauhan. Kami memasuki perkampungan masyarakat Baduy Dalam. Malam itu ternyata sedang banyak orang yang berkunjung ke Baduy, jadi kami tidak dapat tidur di rumah Kepala Desa. Karena rumah Kepala Desalah yang biasanya dijadikan tempat orang luar jika ingin menginap di Baduy. Kami menginap di sebuah rumah masyarakat Baduy yang sangat ramah. Malam itu selesai bersih-bersih kami diajak makam malam bersama keluarganya dan ditawarin makan makanan mereka. Karena kami membawa bekal sendiri, akhirnya terjaid penyatuan makanan Baduy Dalam dan makanan luar. Selesai makan, kami menghabiskan waktu selama satu jam lebih untuk mengobrol. Wah ternyata Bapak pemilik rumah itu pernah diundang ke Istana oleh Presiden Jokowi, dan Bapak itu pernah menghabiskan waktu selama 3 hari berjalan kaki untuk pergi ke Bandung. Daebak!
Di Baduy saya merasa waktu berjalan lebih lama, ntah karena tidak ada elektronik dan semua terasa gelap atau karena hal lain. Malam itu kita merasa sudah sangat larut, namun ternyata baru pukul 9 Malam. Selesai mengobrol bersama dan membereskan sisa makan malam, para Bapak-Bapak yang mengobrol dengan kami pulang ke rumahnya masing-masing sedangkan kami bermain Uno. Oh ya Cici tidak ikut bermain Uno bersama kami, mungkin dia terlalu lelah. Dari awal sebelum berangkat ke Baduy, kami memang sudah berniat untuk bermain Uno, dan kami melakukannya. Kami bermain Uno hingga jam 12 lewat, perjalanan kami hari itu ditutup dengan selesainya kami bermain UNO dan Bapak yang saya yakin sedikit BT karena selalu kalah dan selalu mengambil kartu dalam jumlah banyak hahahahaOh ya, ternyata kalau malam Baduy itu dinginnya subhanallah, saya beberapa kali terbangun engah malam karena dingin dan juga merasa udah tidur untuk waktu yang lama. Like I said before, di Baduy waktu terasa berjalan lebih lama.
Shubuh tiba dan kita melaksanakan sholat shubuh berjamaah. Tolong di highlight. BERJAMAAH. Saya rasanya makin kagum saja dengan tiga cowok-cowok ini haha. Kalian yang cewek kalau sedang mencari imam, boleh memasukkan nama mereka ke bursa calon imam idaman kalian muehehehe. Bapak, Moyo dan Rendy menemani dan menunggui saya dan Vera yang sedang ngambil wudhu, di kegelapan dan dinginnya udara shubuh serta tanah yang masih becek, kita beriringan jalan ke sungai karena tidak ada kamar mandi di Baduy. Semua aktivitas dilaksanakan di sungai. Sungai di bagi menjadi tiga bagian. Bagian paling hulu untuk kepala suku, kemudian di bawahnya buat kaum lelaki kemudian bagian perempuan dan yang paling hilir adalah tempat membuang air besar. Ada satu fakta menyebalkan yang saya tau diakhir, bahwa ternyata ketika saya dan Vera sedang membuang air kecil, ternyata Rendy juga melakukan kegiatan yang sama di hulu sungai. Dimana aliran dari hulu sungai akan datang ke kami. Ingin rasanya saya menceburkan Rendy, kenapa dia harus melakukan hajatnya di saat yang bersamaan dengan kami -_-.
Setelah sholat shubuh, kami melanjutkan tidur. Yap apalagi aktivitas yang mengasyikkan untuk dilakukan setelah tidur selain tidur hahaha. Walau kemudian Cici mengomel karena menurutnya kami membuang-buang waktu dengan hanya tidur-tiduran. Jam 7 pagi kami merapikan kembali baeang bawaan dan jam 8 kami pergi meninggalkan Baduy Dalam.Perjalanan pulang ternyata sama menantangnya dengan perjalanan pergi, namun lebih baik karena kali ini tanah kering dari embel-embel air hujan. Perjalanan pulang lebih lama dari perjalanan pergi, karena kami menghabiskan satu jam lebih untuk istirahat (ditambah ghibah) di gubung tempat kami istirahat ketika kami pergi ditambah kami juga menunggu Bapak yang tertidur. Sumpah dia tertidur hanya dalam hitungan detik. sungguh manusia pelor abadi!

Memasuki Baduy Luar kami semakin banyak bertemu dengan masyarakat asli Baduy, dan tentu saja berfoto adalah hal yang sudah pasti dilakukan. Tak terasa kami akhirnya sampai di perbatasan Baduy, dan selanjutnya kami menunggu ojek untuk kembali pulang ke rumah Bapak. Di rumah Bapak kami istirahat, makan makanan enak dan bersih-bersih. Jam 3 sore kami meninggalkan Baduy dengan mobil pribadi dan diantar langsung oleh saudara Bapak. Bye bye elf dan byebye Baduy. See you in another time :)