Minggu, 21 Oktober 2018

Aan




Namannya Aan, Lafransyah nama lengkapnya. Berusia dua tahun dan akan memasuki usia tiga tahun ini. Memiliki postur badan yang kurus dan kulit yang gelap akibat selalu terpapar sinar matahari dan genetik dari orang tuanya. Aku pertama kali ketemu Aan di Sekom. Kamu tau Sekom dimana? Sekom adalah salah satu desa di Sanana, Maluku. Ah lokasinya sangat jauh dari Jakarta, bahkan begitu jauh dari Ambon sebagai salah satu kota terkenal yang berlokasi di Maluku.
Saat itu siang dan matahari lagi terik-teriknya dan udara begitu panasnya ketika aku pertama kali bertemu dengan Aan di rumahnya di Sekom. Aan dengan gelas yang berisi es kelapa muda di tangan malu-malu ketika bertemu denganku, ntah malu karena apa. Tantenya Aan mengenalkan aku kepada Aan dengan panggilan cewek cantik, dan aku selalu memanggil diriku dengan Tante Rara walau hingga akhir pertemuan kami dia kerap memanggilku Tante Cantik. Aan sangat jarang sekali menggunakan pakaian, baik itu baju ataupun celana. Iya Aan terbiasa telanjang tanpa sehelai kainpun di badannya, intensitas Aan memakai baju sangat sedikit. Bukannya Ibu Ayahnya tidak memakaikannya baju, Aan sendiri yang melapasnya ketika sudah dipakaikan baju. Jadi ketika dipakaikan baju ke tubuhnya, itu hanya bertahan dalam hitungan jam dan kemudian menghilang.
Aan suka sekali biscuit Gery yang coklat, dia menyebutnya Kui Gery. Walau dia sangat menyukai makanan tersebut dan walau orang tuanya mampu untuk membelikannya, namun Aan tidak selalu memiliki kesempatan untuk memakan biskuit kegemarannya tersebut. Tidak ada warung yang menjual biskuti tersebut dengan jarak yang dekat dari rumahnya, yang  bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau kau berkunjung ke Sekom suatu saat nanti, kau akan paham dengan apa yang kukatakan saat ini.
Seperti normalnya anak kecil, Aan suka bermain. Bermain dengan apa saja, karena semua hal  bisa dijadikan mainan oleh Aan. Beruntungnya anak kecil yang tidak tinggal di kota dan tidak mengenal gadget adalah mereka bisa menjadikan alam sebagai teman bermain. Namun Aan tidak memiliki banyak teman bermain dan tidak tau aalsan pastinya mengapa, namun sepemantauanku Aan lebih sering bermain sendiri di saat anak lain bermain bersama.
Berbicara tentang bermain, ada satu hal yang menjadi alasan utamaku membuat tulisan ini. Waktu itu aku melihat mobil-mobilan dengan jenis truck yang ukurannnya tidak terlalu besar berada di rumah, dan ternyata itu adalah mainannya Aan. Bukan salah satu dari mainannya, namun satu-satunya maninan yang dia miliki, iya satu-satunya. Akan kuberitahu alasan dibelikannya mainan tersebut oleh ayahnya. Waktu itu ada anak kecil lain seusia Aan yang memiliki mobil-mobilan yang seperti itu, dan Aan selalu memainkannya bahkan pernah membawanya ke rumah untuk dipinjam sebentar. Dia sangat menyukai mobilan tersebut namun tidak juga meminta kepada orang tuanya untuk dibelikan. Melihat hal tersebut, Papa dari Aan berinisiatif untuk membelikannya mobilan baru. Dan kemudian itu menjadi satu-satunya mainan Aan yang dibeli. Aku tidak akan perduli jika kau menganggap ini berlebihan, namun sepengetahuanku anak kecil seusia Aan biasanya memiliki banyak mainan dan mereke akan rewel demi mendapatkan mainan yang mereka suka. Mungkin dulu aku bersikap begitu... ah mungkin kau juga, atau kau lupa? Namun Aan tidak. Dia tidak merengek bahkan tidak rewel ketika meminta mainan tersebut, dia hanya meminjam sebentar mainan temannya dan itu membuat orang tuanya iba. Yahhh setidaknya dalam perspektifku begitu. dan sungguh, Aan merawat mobil-mobilannya dengan bagus. Aku melihat mainan tersebut dalam keadaan bagus dan terawat. Ah aku memiliki perasaan aneh ketika itu, iri dan kagum di saat yang bersamaan. Bagaimana bisa seorang anak kecil mampu untuk bersikap dewasa ketika hal tersebut menyangkut dengan keinginannya? Ketika di waktu yang lain, bahkan orang dewasa sekalipun terkadang tidak mampu. Ah apakah kita tidak mampu, atau tidak ingin~

Selasa, 09 Oktober 2018

Tempat Wisata Kei Kecil Part#1


Berbicara mengenai tempat wisata di Kei Kecil sebenarnya agak membingungkan menurut saya, bukan bingung karena minimnya tempat wisata namun karena banyaknya tempat wisata. Saya bingung mau menjelaskan mana yang bisa disebut tempat wisata, karena menurut saya keseluruhan Kei itu adalah tempat wisata. Lah wong laut di sebelah rumah warga saja warnanya masih beratus kali lebih indah dibanding laut Ancol yang digandrungi masyarakat Jakarta kok. Beneran ini! Kalian akan sepakat kalau kalian sudah melihat Kei. Ibaratnya nih semua lokasi di Tual itu bisa dijadikan tempat wisata. Bahkan menurut teman saya jika di satu kampung terdapat tempat wisata, kampung lain akan buat juga tempat wisata. Hemmm persaingan yang bagus menurut saya.
Pada dasarnya tempat wisata di Tual itu murah-murah kok, apalagi kalau tempat wisata yang tidak menyebrang pulau. Berikut akan saya bagikan tempat-tempat wisata di Kei Kecil yang sudah saya kunjungi beserta akses dan biaya yang dibutuhkan untuk sampai ke sana. Nah karena banya dan akan menjadi alur yag sangat panjang jika dijadikan satu (itu bahsanya gimana sih mba!) Maka info mengenai Tempat wisata Kei saya bagi dua. Ini  part pertamanya.

1. Pasir Timbul (Ngurtavur Island)

Icon Kei Kecil itu apasih? Pantai yang sering banget dimasukin ke IG dengan pengambilan dari atas alias pakai drone. Yep Pasir Timbul atau Ngurtavur Island namanya. Lokasinya lebih jauh lagi dibanding Pulau Baer, tapi kalian tidak akan bosan selama di perjalanan karena pemandangan sebelum sampai ke sana yang super duper keren. Pasir Timbul sendiri adalah, tumpukan pasir yang terdapat di tengah laut yang bisa menghubungkan antara satu pulau dan pulau lainnya (walau jauh banget -_-). Pasir timbul tersebut akan muncul ketika laut sedang surut dan akan menghilang ketika air laut naik atau pasang. Ada hal lain yang unik dari Pasir Timbul ini, yaitu terdapart burung yang transit dari Australia yang memiliki sayap wana tosca, burungnya indah banget deh. Saya kebetulan memiliki kesempatan untuk melihat langsung burung tersebut dan speechless. The only transport to reach Ngurtavur Island adalah Kapal atau speed sama kaya ke Pulau Baer (udah kek naq Jaksel belum? Lol). Ketika itu saya berangkat dari Pelabuhan Debut dan menyewa boat seharga Rp. 500.000. Boatnya sih lumayan besar, kapasitasnya sekitar 10 orang. Sepertinya itu boat paling murah deh, mengingat kita ditawarkan seharga 700.000 sebelumnya oleh warga yang ada di sana. Dan kalau sudah sampai ke Pasir Timbulnya, kalian harus membayar lagi biaya masuk sebesar Rp. 200.000 perkapal yang bersandar di sana. Oh ya jangan lupa, waktu terbaik ke Pasir Timbul itu ketika laut surut, maksimal pukul 11 siang. Karena setelah jam itu, air laut akan naik.





2. Pulau Baer

Duplikatnya Raja Ampat nih, Pulau Baer di Kei Kecil. Menurut saya bedanya hanya di warna airnya saja, kalau Raja Ampat warna airnya lebih ke hijau tosca sedangkan kalau di Baer warna airnya lebih ke biru tosca. Pulau Baer sendiri baru ditemukan sekitar tahun 2017 lalu (kalau saya tidak salah) jadi memang masih baru banget. Akses ke Pulau Baer hanya satu, yaitu menggunakan speed (kalau bahasa di sana) atau kapal dengan mesin karena lokasinya yang memang lumayan jauh dari pusat kota. Waktu itu saya ke sana menggunakan kapal punya teman, jadi saya tidak bayar uang kapalnya hanya inisiatif saja patungan buat bensin. Kalau biaya dengan kapal tergantung dari lokasi awal kita naik, maksudnya kita berangkat dari pulau mana. Tapi range harganya sekitar 500-700 ribu rupiah perkapal. Oh ya di Pulau Baer kalian bisa berenang, jadi jangan lupa sedia pakaian renang ketika main ke Pulau Baer. Juga terdapat tebing yang bisa dipanjat dan kalian bisa mengambil foto diatas tebing demi konten instagam dengan pemandangan keseluruhan pulau Baer dan laut Baer yang berwarna biru tosca. Di atas tebing kalian akan menemukan anggrek langka, yang kata temen saya hanya terdapat di situ sih. Gatau deh benar atau tidaknya karena emang belum riset hehehe. Biaya masuk ke Pulau Baer, free alias gratis. Jadi pengeluaran kalian murni hanya buat kapal saja.





Seperti Raja Ampat kan? Kita bisa naik perahu diantara tebing-tebing tinggi

Ada tebing yang bisa dipanjat di sana, dan viewnya adalah Pulau Baer dari atas

3. Pantai Pasir Panjang (Ngurblot)

Salah satu pantai yang menjadi iconnya Tual nih, nyatanya pantai ini sesuai dengan namanya, ukuran pantainya juga panjang. Memiliki pasir yang sangat halus (bahkan katanya terhalus nomor dua sedunia), pantai ini tempat favorit untuk melihat sunset. Katanya nih kalau di bulan September, sunset di pantai ini seperti kuning telur, bulat dan kuning. Sayangnya ketika saya di saya lagi bulan Maret dan hujan melulu, tapi walau begitu yang penting saya sudah menginjakkan kaki di pasir terhalus nomor dua sedunia :D (tapi seriusan emang halus banget sih, kaya tepung). Di pantai ini juga banyak penginapan yang bisa disewa, harganya bermacam-macam mulai dari 150k-200k. kalau mau masuk ke pantai ini kalian harus mengeluarkan 10k untuk motor dan 20k untuk mobil dan sepertinya gratis kalau jalan kaki haha.
Ini pantainya yang nyatanya emang panjang, tapi ketika saya ke sana pantainya lagi kotor. Karena saya salah bulan, ketika itu angin barat dimana semua kotoran laut datang ke pantai.


Hanya berusaha menggambarkan, ini loh pasirnya yang halus pake banget itu 😄


Dan yes, sunsetnya ngga oke. Eh baca deh cerita saya di https://traradventure.blogspot.com/2018/08/tual-kei-kecil.html#links agar kalian tau betapa sedih-amazednya saat itu

4. Pantai Ohaidertavun

Pernah dengar Meti Kei? Kalau belum tau biar saya jelaskan haha. Jadi Meti Kei adalah festival tahunan di Kei yang diadakan setiap bulan September. Meti itu bahasa Tual yang artinya surut, dimana air laut tidak ada di laut (lah trus dimana airnya? Bak mandi? Ah bukan begitu maksudnya elah!). Jadi kalau normalnya ketika air laut surut itu hanya sedikit saja kan? Nah kalau di pantai ini ketika meti terjadi maka air laut akan surut sebanyak-banyaknya (apaan sih!). Air bisa surut sebanyak 1 hingga 2 kilometer, bahkan ketika bulan September bisa surut hingga 3 kilometer. Kebayang ga sih? Ngga? Makanya main ke Kei deh, kalian akan menemukan fenomena alam yang saya yakin hanya ada di Kei. Jadi ketika saatnya meti, dari pantai sampai ke laut itu bener-bener kosong ga ada air, kalian bisa berjalan sejauh mata memandang tanpa ada air lautnya. Nih tak kasih fotonya, agar ada bayangan muehehehe!


Ini lautnya kalau tidak ada Meti, foto ini diambil sekitar jam 5 sore waktu Kei


Ini lautnya ketika terjadi meti. Ingat dong ayunan yang di foto atas yang dudukan ayunannya terbawa air laut? Nah ini dia.


See? Kapal masyarakat aja jadi begitu. Makanya jarang masyarakat yang ada di kampung ini jadi nelayan. Bawa hasil lautnya  ke daratberat bo!




Foto ini saya ambil dari tengah laut ketika Meti. Yep, itu adalah pemukiman warga
Bukan itu saja, ada satu lagi yag unik dari pantai ini, kalau kalian menghadap ke arah laut, di sebelah kanan kalian akan melihat tebing-tebing. Nah di salah satu bagian dari tebing tersebut, terdapat cap tangan manusia dengan beraneka warna seperti kuning dan merah yang konon katanya sudah ada dari jaman dahulu kala. Masyarakat yang tinggal di sana juga tidak mengetahui siapa yang membuat cap tangan tersebut, masalahnya posisi cap tangan tersebut berada di atas tebing dan agak impossible jika manusia jaman sekarang yang buat cap tangan di sana. Lagipula tinta (atau apalah itu bahannya) dari cap tangan tersebut tidak pudar walau sudah berpuluh bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu, yang ada justru warnanya yang berganti. Hemmm memang sedikit mistis sih, karena pengalaman saya waktu ke sana juga agak sedikit menyeramkan. Suasananya berbeda saja sih, dan agak susah dijelaskan dengan kata-kata walau ku sudah mencobanya. Cobalah ke sana saja sendiri hehe.


Ini penapakan dari jauh tebing yang ada cap tangannya. Hemm foto dari dekatnya hilang bersamaan dengan hilangnya hape saya :(

Oh iya untuk ke pantai Ohaidertavun kalian harus membayar Rp. 5.000 untuk bisa main sepuasnya di pantainya termasuk juga ke lokasi tulisan tangan. Nah untuk ke lokasi tulisan tangan bisa dua akses, bisa dengan boat atau berjalan kaki kalau dengan boat saya kurang tau harganya, karena kalian harus menyewa boat masyarakt. Namun jika dengan berjalan kaki, kalian haus menunggu meti dahulu sehingga kalian bisa jalan ke sana. Tapi ya iitu, kalau berjalan kaki jauh haha.


6. Goa Hawang

Goa dengan kolam yang memiliki air jernih berwana hijau. Dalam kolam tersebut sekitar 7 meter dan kalian juga bisa berenang ke dalam goa dan katanya sih di dalam lebih bagus lagi. Tapi saya tidak berenang karena saya takut tenggelam sad L, jadi saya hanya puas dengan memasukkan kaki ke dalam air Goa saja. Biaya masuk ke Goa Hawang (nah ini saya bingung, karena ketika itu saya sama orang asli Kei dan dia nawar. Jadinya hanya kena 10.000 berdua). Tapi kayanya sih satu orang Rp. 10.000



Rabu, 05 September 2018

Adab Makan

Saya sedang menghadiri acara bedah buku yang pembahasnya banyak diisi oleh tokoh Nasional. Acara ini juga banyak dihadiri oleh orang-orang penting yang menurut saya juga berpendidikan. Saya sedang duduk di sebuah kursi yang berada di bagian kanan ruangan, dekat dengan meja prasmanan makanan yang disediakan oleh panitia. Terdapat sate dan soto ceker di atas meja sebagai hidangan dalam acara kali ini. Tak jauh di belakang kiri saya, hanya sekitar dua langkah dari tempat saya duduk, terdapat seorang Bapak sedang memakan sotonya dengan posisi berdiri. Tidak ada yang aneh dari seorang Bapak yang mengenakan batik dan makan berdiri, namun yang membuat saya risih adalah suara yang dihasilkannya. Iya, Bapak tersebut makan dengan suara yang sangat berisik dan bahkan saya saja bisa mendengarnya dengan sangat keras. Proses ketika dia menyedot sotonya dari sendok, yang kalau menurut saya itu bisa dilakukan dengan tanpa suara. Well I did it ketika saya makan soto punya saya selang satu jam setelah Bapak tersebut makan. Belum lagi ketika dia mulai mengunyah sotonya dengan suara cecapan yang sangat sangat keras. Sampai saya tidak tahan untuk tidak menolehkan kepala saya ke arahnya beberapa kali, dan dia menyadari hal tersebut. Namun menurut saya dia tidak merasa terganggu dengan hal tersebut, karena toh dia tetap saja mengunyah makanannya dengan suara cecapan yang nyaring.
Well what I want to say is manner itu sangat penting dan usia kita tidak menjamin manner seseorang. Kamu tidak membawa serta mannermu ketika kamu lahir, kamu belajar membangunnya. Jujur saja, saya sejak kecil sudah sangat diajarkan dengan sangat keras oleh Papa tentang pentingnya memakan makanan dengan senyap tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.  Dan sangat risih rasanya ketika melihat dan mendengar langsung orang makan dengan suara yang sangat berisik. Itu sangat menggangu bagi saya, ah ketika saya tidak makan saja itu sudah sangat mengganggu konon lagi kalau saya makan.  Bisa jijik saya dan mungkin muntah. Karena yang seperti itu pasti menggangu selera makan orang yang berada di dekatnya.

Rabu, 29 Agustus 2018

Lost in the Beatiful Island, Tual-Kei Kecil


Kalian ada yang pernah dengar Tual ga? Atau ada yang tau Tual itu ada dimana? Oke gapapa kalau kalian gatau, because you are not alone, I was in your position yang gatau kalau ada loh daerah yang bernama Tual. Iyap Tual merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Maluku. Tual sendiri berada di satu pulau kecil yang indah banget, pulau tersebut bernama Kei Kecil (dan benar kalau kalian menduga ada Kei Besar). Di Kei kecil sendiri terdapat satu kabupaten, yaitu Tual dan satu kota madya yang bernama Langgur. Makanya jika kalian mencari penerbangan, kalian tidak akan menemukan penerbangan ke Tual, adanya ke Langgur karena bandaranya berada di wilayah Langgur.
Gue punya kesempatan berkunjung ke Tual pada tanggal 04 Maret 2018 lanjutan dari perjalanan ‘’Keliling Maluku” gue. Jadi Tual merupakan daerah kedua yang gue kunjungi setelah Ambon. Well said sebenarnya Tual tidak masuk dalam list perjalanan gue, karena niat awalnya setelah dari Ambon gue akan melanjutkan perjalanan ke Papua. Tapi semua berubah ketika suatu malam waktu gue sedang makan durian di pasar Mahardika Ambon, gue bertemu temen dari temen gue yang kebetulan orang Tual asli. Yang intinya ketika dia mempromosikan Tual dengan pasir timbulnya gue langsung tertarik dan bilang ‘’Oke gue akan ke sana’. Tapi keputusan gue itu bukannya tidak berdasar, karena pada zaman dahulu kala gue pernah nemu foto Pasir Panjang di instagram dan ngebatin ‘Gue akan ke sini’ Asumpah fotonya keren banget ketika itu.
Bermodalkan keinginan yang kuat dan kenekatan yang sangat besar, gue berangkat ke Tual dengan pesawat Wings Air. Dan itupun menjadi pengalaman pertama gue terbang dengan pesawat kecil, alhamdulillahnya selamat. Dan beneran deh pemandangan dari atas pesawat itu super duper keren bikin ngences. Pulau Kei itu keren banget guys. Ini penampakannya....



Ini lagiiii 😍😍😍


Gimana gimana? Okeh banget kan ya. Gue saranin kalau kalian naik pesawat menuju Tual duduklah di bagian kanan dan tepat sebelah jendela. Ingat sebelah jendela,agar kau tidak rugi karena gue tau tiketnya mahal banget muehehehehe.
Dan akhirnya sampai di Bandara Langgur, bandaranya ssih kecil dan tidak sebuk. Karena jadwal penerbangannya memang tidak begitu banyak juga.


Sesampainya di Tual, gue dijemput langsung di dalam bandara oleh temannya teman gue yang sebelumnya ketemu di Ambon. Catat ya! Di dalam bandara. Yes kamu bisa masuk ke dalam bandaranya kalau di Tual, tidak tau karena bandaranya kecil atau temen gue yang punya koneksi ke sana. Begitu keluar dari bandara yang berAC, gue langsung disambut dengan panasnya udara Tual yang dahsyat. Matahari yang terik serta udara panas merupakan dua kombinasi yang sangat tidak diharapkan ketika sedang puasa (Ngga ada hubungannya Ra, waktu itu kan lo ga puasa 😌). Teman gue memilih opsi mobil carteran (tidak ada taksi di sana tjuy) untuk transportasi menuju pusat kota. Dengan uang 200k rupiah akhirnya kita sampai pusat kota kemudian langsung makan dan sholat, abused aing teh lapar pisan euy.
Selanjutnya mencari penginapan dan saat itu waktu sore dan penginapan sangat dibutuhkan. Awalnya gue nyangka bahwa temannya teman gue juga satu organisasi sama gue, jadi gue memutuskan untuk cari penginapan dari link organisasi saja agar gratis muehehehe. Tetapi ternyata kita dari organisasi yang berbeda,  so you knowlah kendalanya. Akhirnya gue memutuskan untuk nginap sesuai saran temen gue di penginapan yang permalamnya mematok harga 200k. ketika sudah sampai penginapan dan sudah mau melihat kamar, eh sepupu gue yang dari Papua nelpon. Katanya dia dapat kabar dari emak gue kalau gue sedang di Tual dan berhubung orang tuanya dia berada di Tual, dia mewajibkan (mewajibkan loh) gue untuk tinggal saja di rumah dia jangan di hotel. Yesss! Seperti dapat nikmat Tuhan yang tidak bisa gue ingkari, I said yes (Of cours I do, because it means free bakakakaka). Namun karena gue yang datang tanpa mereka ketahui, pada saat itu mereka sekeluarga sedang pergi ke kampung yang lokasinya jauh dari kota. Dan selagi menunggu mereka, akhirnya temen gue memutuskan untuk mengajak gue ke Pantai Pasir Panjang (sebagai pantai paling terkenal di Tual). Ntah apa yang terjadi, padahal tadi sesampainya gue di Tual itu udara panas dan cerah banget. Eh begitu mau perjalanan ke pantai, di tengah jalan hujan turun dengan derasnya. Jadi bye bye sunset 👋👋👋



Habis maghrib gue akhirnya bisa menemukan rumah sodara gue yang akan gue tinggali selama dua minggu (oke, tamu gatau diri banget yak sampe dua minggu). Tapi di kemudian hari gue sangat bersyukur Kak Erna ‘maksa’ gue buat tinggal di rumahnya, kalian tau kenapa? Iyap gue datang di musim yang salah, dimana kondisi laut kotor karena sedang musim barat yang artinya semua sampah datang ke pantai, Beside it hujan meleh selama gue di sana, sedih . Malah selama dua minggu gue di sana bisa dihitung berapa kali ngga hujan dengan kondisi langit yang cerah. Paling lima hari doang tau, makanya foto gue kebanyakan suasana langit yang gloomy.
Oia mau cerita kenapa pada akhirnya gue berada di Tual selama dua minggu. Jadi awalnya gue berada di Tual itu sampe tanggal 8 Maret saja, karena tanggal 8 Maret akan ada kapal Nggapulu yang bakal bawa gue ke Banda Naira. Kapalnya berangkat tengah malam dan sampe Banda jam 1 Siang hari besoknya. Diawal gue udah jelasin kan kalau gue ke Tual sekehendak hati aja tanpa persiapan apa-apa dan bahkan ga punya info apa-apa. Nah gue bahkan baru tau kalau mau ke Pasir Timbul (as my first destination) gue harus nyebrang dengan kapal lagi. Jadi tanggal 8 pagi itu, ketika sarapan gue dihasut sama Kak Maya (adeknya Kak Erna). Gue kasih penjelasan akan banyaknya lokasi yang belum gue kunjungi selama gue di Tual. Dan demi mendengar semua penjelesanannya, oke gue cancellah kepulangan gue dan akhirnya gue meningggalkan Tual dua minggu kemudian, nungguin si Nggapulu balik dari Papua -_-.
Tapi No pain no gain sih, because finally I got all I want. Gue kunjungin tuh hampir semua tempat wisata yang ada di Kei Kecil, tanpa terkecuali. Bahkan gue berkesempatan makan ikan durian yang durinya banyak banget (yang sayangnya fotonya ilang). Bahkan gue punya kesempatan buat ngelilingin keseluruhan dari pulau Kei Kecil dengan motor (kemudian gue percaya kalau  pulaunya beneran kecil). And for the God’s sake! Kei is awesome. You must visit it!

Jumat, 27 Juli 2018

Perjalanan Pertama Ke Papua

Ini masih kaya mimpi, gue berada di sini di daerah yang menjadi mimpi gue sejak dulu. Papua! Gue pengen banget ke Papua lebih dari gue pengen ke daerah manapun di Indonesia. Alasannya? Karena sejarahnya, lokasinya dan mungkin juga kehidupan masyarakatnya. Dan yang jelas karena rasa penasaran gue akan Papua itu sendiri dengan segala ceritanya. Tapi yang jelas Papua seperti magnet bagi gue, sejauh apapun gue travelling, Papua tetap menjadi my dream city. And I did it, here I am now in my dream city and feel like a dream.
Kunjungan gue ke Papua ini memang bukan murni untuk travelling, ada agenda lain di sini dan travelling hanyalah agenda sampingan namun yang utama hahaha.

Perjalanan gue ke Papua dimulai dengan kesalahan gue ngeliat jam penerbangan. Gue beranggapan berangkat jam 1 AM waktu Jakarta dan berangkat terburu-buru karena takut terlambat. Dan ternyata ketika selesai chek in dan mba yang jaga bilang kalau boarding jam 1.25, di situlah gue sadar kalau penerbangan gue jam 1.55 am dan gue sudah di Bandara sejak pukul 11 PM. How diligent Ra:))). Kemudian apa yang saya lakukan selama 2 jam menunggu waktu keberangkatan, ngobrol absurd dengan ibu-ibu sambil ngecas Hape.

Hingga akhirnya gue masuk pesawat dan tidak tidur selama 3 jam perjalanan Jakarta Manado karena nonton. Astagahh keliatan banget ga punya TVnya ya gue 😞. Dan kalian tau ga, gue menyesal tidak duduk di dekat jendela karena ternyata oh ternyata view sunrise dari pesawat itu keren banget dan gue melewatkannya. Bapak di barisan gue yang duduk di dekat jendela tidur dan tidak menikmati indahnya sunrise. Ah sad. Tapi gue tetap dapat foto dengan minta bantuan bapak yang akhirnya bangun ketika matahari sudah hampir sempurna.

Tidak lama setelah pemandangan sunrise, Pilot mengumumkan bahwa pesawat akan landing dan saat itu pukul 06.05 WITA (sesungguhnya gue baru tau Manado masuk wilayah tengah setelah barusan nanya ke Mas Polisi yang duduk sebelah gue yang kerjaannya nguap mulu. Mungkin beliau lelah mengawal Pak Kapolda). Sesampainya di Bandara Sam Ratulangi Manado, gue disambut another pemandangan keren. Yakni gunung atau bukit yang gue juga gatau namanya apa. Oh ya Bandara Sam Ratulangi itu ternyata kecil loh,  hanya bandaranya bagus. Banyak interior-interior khas Manado di sana. Wait I have some for you guys!

Seperti yang gue jelaskan di atas tadi soal pengetahuan baru gue tentang waktu di Manado, dan karena ini adalah pengalaman pertama gue transit. Jadi sesampainya di bandara gue pun bingung mau kemana dan harus gimana. Eh salah fokus, ternyata bener kalau orang Manado itu tjakep-tjakep guysss, jadilah gue betah nanya padahal udah ngerti muehehehehehe. Iyes dan karena jam tangan gue masih WIB dan gue waktu itu nyangkanya kalau Manado masuk Wita, gue panik sendiri ketika di waiting room. Duh ini waktunya udah tapi kok belum dipanggil-panggil sih, dan akhirnya nanya sampe dua kali ke petugas. Ketika berntanya yang kedua kalinya, eh ternyata pemanggilan buat flight gue juga sedang dilakukan. Jadilah gue sekalian chek in daaan ini juga jadi pengalaman pertama gue menjadi penumpang yang masuk pertama ke pesawat hahahaha.

Perjalanan dari Manado ke Papua yang memakan waktu 4 jam sudah pasti gue habiskan hanya untuk tidur hingga pesawat landing di Bandara Papuanl yang berlokasi di Sentani. Dan sepertinya pesawat yang gue naiki transit di Sorong untuk selama satu jam, tapi gue antara sadar dan tak sadar 😅. Begitu sampai di Bandara nungguin bagasi yang lama (ternyata Tag Bagasi gue hilang, jadi koper gue ngga di lewat di garbarata. Nah pertanyaan gue gimana bisa itu tag bagagenya bisa lepas, kan itu kuat banget yak lemnya. Tapi syukur petugas bagasinya bagus kerjanya, mereka khawatir ada yang ambil bagasi gue). Keluar bandara gue sudah dijemput oleh Tante dan Panitia kegiatan (hemm semacam terjadi perebutan penjemputan hahahaha). Tapi karena Tante gue exited banget (secara gue adalah ponakan pertama yang berkunjung ke Papua), jadi gue ikut tante gue dan panitia mengikuti di belakang. And apa yang terjadi setelah gue sampai, gue mengalami jetlag selama dua hari 😞.

Sabtu, 21 Juli 2018

Kesasar ke Taman Lawang

Raden saleh-Sarinah itu deket kan ya,  kalau naik motor tinggal jalan ke cikini,  masuk Menteng, lurus aja terus sampe mentok ntar juga ketemu yakan. Nah tadi malam bisa-bisanya gue nyasar sampe Kedutaan besar Arab Saudi padahal mau ke Sarinah.  Akhirnya muter balik lagi, ikutin jalur dan belok kiri ikutin petunjuk jalan 'Bundaran HI'eh ternyata sampe sana zonk karena ternyata forboden dan ku tak berani melawan arah. Jadilah sebelum masuk kawasan Bundaran HI gue belok kiri ikutin jalan sampe masuk kawasan Taman Lawang.  Degdegan?  Iyalah buset, itu lagi rame dan malah ada yang transaksi. Ditengah malam yang gelap,  hati degdegan dan bingung mau kemana gue malah ntah kenapa berhenti di depan 'mba' yang cuma pake bra doang dan nanya ke dia arah ke Thamrin awalnya dan dia kasih tau.  Trus gue ngeh kalau salah,  karena harusnya gue nanya arah Sarinah.  Jadilah dia menjelaskan arah sama gue dan gue yang mendengarkan dengan seksama walau sedikit ga nyaman because he almost naked.  Well kalau lo pada nanya kenapa ga nanya sama orang lain aja sih,  sesungguhnya gue juga ga ngerti tjoy dan seingat gue ga ada orang di sana.

Gue jadi keinget kejadian beberapa tahun lalu,  waktu itu gue motoran sama Ilham tengah malam karena baru balik dari makan Mie Aceh di Setia Budi.  Dan waktu itu lagi famous banget soal Taman Lawang karena ada filmnya.  Ketika itu gue minta diajakin ke sana sama Ilham, cuma karena alasan penasaran doang.  Dan Ilham cuma ngizinin liat dari jauh doang.  Waktu itu kita ke sana rada serem juga sih karena kita liat sesosok tubbuh tergeletak di jalan yang ga ngerti itu tidur apa ngapain.  Tapi intinya waktu itu gue ga masuk ke kawasannya karena kata Ilham bahaya, soalnya gue perempuan.

Dan tadi malam gue malah masuk ke kawasannya dan dibantuin sama salah seorang yang ada di sana. Well what I want to say is,  liat deh pada dasarnya semua orang itu baik kok asal kita memperlakukan mereka baik.  Penampilan?  Itu kan luarnya saja, dalamnya kamu ga bakal tau kalau ga mencari tau. Lagi pula jangan terlalu percaya dengan branding yang dibangun oleh masyarakat,  walau ya tetap waspada tetap yang paling utama.

Rabu, 04 April 2018

Ambon

Ini pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di wilayah Timur Indonesia. Kali ini saya berkesempatan mengunjungi kota Ambon yang berada di provinsi Maluku. Sebenarnya kunjungan saya ke Ambon kali ini dalam rangka kongres HmI, organisasi yang saya geluti sejak jaman kuliah dahulu. Tapi kongres hanya menjadi batu loncatan saja untuk kemudian saya bisa mengeksplore Ambon. Jadi niatnya setelah saya melaksanakan kewajiban saya selama kongres, saya akan melanjutkan perjalanan. Kesan pertama saya ketika menginjakkan kaki di Ambon adalah, panas dan gerah. Padahal ketika saya sampai waktu itu kondisi sedang hujan dan waktu menunjukkan pukul 19.00WIT dan sudah tidak adalagi matahari tapi tetap saja panas. Mungkin hal tersebut dikarenakan wilayah Ambon yang memang mayoritas lautan. Saat ini, di Ambon sendiri tempat tinggal masyarakatnya diatur berdasarkan agamanya. Terdapat wilayah umat Muslim dan umat Kristen. Namun hal tersebut hanya berlaku di dua agama mayoritas saja, Islam dan Kristen. Hal tersebut merupakan hasil dari konflik agama yang pernah dialami oleh Ambon bertahun-tahun silam. Namun tidak usah takut, kondisi Ambon saat ini sudah aman dan tentram. Lalu lintas di Ambon menurut saya semrawut, hal tersebut karena sopir angkot yang menyetir dan berhenti seenak jidat (tidak jauh berbeda dengan semua supir angkot di wilayah Indonesia lainnya) ditambah pengendara motor yang saya pribadi ga ngerti maksud san tujuan hidupnya apa. Itu pengendara motor mayoritas sangat ugal-ugalan dan sepertinya memiliki nyawa yang sangat banyak. Bahkan ketika di Ambon mobil yang saya kendarai pernah ditabrak oleh pengendara motor yang mana si pengendara merupakan siswa SMK dan mengendarai motor tanpa SIM, STNK nahkan plat motor. Sungguh membuat saya melongo. Oh iya jika kamu tidak terlalu ahli dalam mengendarai mobil, sebaiknya tidak usah menyetir ketika di Ambon. Terkait akan ugal-ugalannya pengendara motor di Ambon ditambah jalanan di Ambon sungguh menguji adrenalin. Beberapa jalanan di Ambon dimayoritasi oleh tanjakan dan turunan yang lumayan curam, ditambah jalanan di Ambon tidaklah seluas jalanan di Jakarta. Buat saya pribadi menyetir di tanjakan yang dibarengi oleh belokan dan ramai merupakan ujian bagi pengendara mobil kopling hehe. Tapi ada yang unik dari aupir angkot di Ambon, jadi kalau pengalaman saya di Jakarta jika uang saya seharusnya ada kembalian, terkadang supir angkot di Jakarta enggan memberikan kembaliannya. Namun tidak jika di Ambon, seribu rupiahpun akan dibalikkan. Saya pengalaman soalnya. Bahkan kata teman yang tinggal di Ambon, jika ada kembalian dua ratus rupiah juga akan dibalikkan. Keren ya. Makanan di Ambon, hemm so far saya tidak ada masalah dengan rasa makanan. Karena Ambon adalah daerah yang kaya sekali akan rempah-rempah jadi menurut saya makanannya baik-baik saja. Rasanya tak jauh beda dengan makanan Indonesia lainnya. Oh ya jangan kaget jika di Ambon seafood merupakan makanan yang biasa saja. Maksudnya jika di Jakarta seafood masuk klasifikasi makanan yang mahal pun belum tentu kita mendapatkan seafood yang segar jika di Jakarta. Namun di Ambon kita bisa mendapatkan ikah, cumi, udang serta makanan lain lagi dengan harga murah dan kualitas yang segar pula. Waw sekali bukan. Hehe Untuk mencoba seafood saya menyarankan untuk mencoba seafood di daerah Amplas (Ambon Plaza). Di depan Amplaz kalian akan menemukan deretan warung tenda yang menjajakan seafood berbagai ukuran dan berbagai jenis. Pilih sesuka hati saja dan jangan lupa bayar pastinya hehe. Tidak perlu khawatir dengan biayanya, karena jika dibandingkan di Jakarta harganya akan berkali-kali lebih murah. Oh ya jangan lupa untuk mencoba cumi tepungnya jika berkunjung ke sana hehe. Buat kalian yang ingin mengunjungi kafe dengan pesona pemandangan laut, ada beberapa opsi kafe yang bisa saya tawarkan. Ada Dermaga Cafe, Agniya Cafe, dan Wailela Cafe. Wailela lebih mahal jika dibandingkan dua kafe lainnya. Namun pemandangannya memang lebih juara sih hehe. Kalau rasa makanan, itu tergantung selera saja hehe Jadi, kapan mau main ke Ambon? Saya yakin Ambon tidak akan mengecewakan anda :) --- Shared with https://goo.gl/9IgP7