Tampilkan postingan dengan label Travelling. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Travelling. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 November 2019

Partner Travelling



Saya tidak pernah punya teman travelling sebelumnya sampai saya bertemu dengan Len. Lelaki Belanda yang saya temukan di pinggir jalanan Kei (Bahasanya kaya kasar ya, tapi emang iya heyyy. Saya menemukannya!). Saya menasbihkan diri saya sebagai solo travelling karena menurut saya akan ribet jika travelling dengan orang lain, apa lagi jika saya memakai metode backpacker.
Setelah pertemuan saya dengan Len di Kei, kita berjanji akan bertemu di Ambon untuk kemudian menentukan arah perjalanan kita selanjutnya. Awalnya kita akan pergi ke Papua saja, ke Korowai lebih tepatnya. Saya sangat ingin mengunjungi rumah masyarakat pedalaman yang berada puluhan meter di atas tanah. Di satu sisi saya juga sudah berkomunikasi dengan teman asal Jerman (Julian namanya) yang sudah berada si Jayapura, Papua. Dia sedang melakukan visa run hehehehe.
Diskusi-riset-diksusi-riset akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan kepergian kami ke Korowai dengan alasan keselamatan. Julian tidak menyarankan saya untuk mengunjungi Korowai dengan alasan saya perempuan berhijab. Saya bisa mengunjungi Korowai jika saya rela membuka hijab saya. Well, menurut Julian Pendeta yang 'menjaga' masyarakat Korowai cukup fanatik. Bahkan Julian saja mengaku sebagai protestan padahal dia seorang katolik.

Kemudian kami sempat memutuskan untuk ke Manokwari atau Sorong. Tapi ternyata kami terkendala waktu. Intinya kami hanya memiliki waktu seminggu. Ah sayang sekali jika pergi ke Papua hanya seminggu, sudahlah mahal dan hanya bisa sebentar. Akhirnya setelah berfikir ekstra, kami (saya sih sebenernya, karena kata Len 'I will follow where ever you go) memutuskan untuk pergi ke Toraja. Pun kami sudah bosan melihat laut laut dan laut, jadi mari kita berkelana di dataran tinggi. Dan  Sulawesi yang paling possible.

Kami sampai di Makassar ketika matahari sedang terik-teriknya. Saya sebelumnya sudah menghubungi rakyat saya yang tinggal di Makassar tentang kedatangan saya (Well saya adalah presiden yang punya beberapa rakyat dan tersebar di seluruh Indonesia haha). Tak lama menunggu di bandara, rakyat saya datang dan kami langsung meninggalkan bandara. Makan Coto Makassar adalah kegiatan selanjutnya yang kami lakukan. Selesai makan, kami langsung ke pool bus untuk membeli tiket bus yang akan membawa kami ke Toraja.
Kami masih punya banyak waktu sebelum jadwal keberangkatan ke Toraja, Bangsawan (rakyat saya bernama awal Andi, dan saya memanggilnya Bangsawan) membawa kami ke Pantai Losari dan Benteng Rotterdam. Apalagi lokasi kedua tempat tersebut sangat dekat, jadi akan sangat memudahkan para traveller yang memiliki waktu sedikit namun tetap ingin mengunjungi tempat wisata di Makassar.
Singkat cerita, jam 9 malam kami berangkat ke Toraja. Oh ya, setiap hari ada dua jadwal keberangkatan ke Toraja. Jam 9 pagi dan jam 9 malam, dan jarak Makassar-Toraja memakan waktu 10 jam perjalanan. Demi alasan menghemat waktu, kami berangkat malam hari, sehingga bisa tidur di bus dan besok paginya langsung eksplore Toraja. Jangan khawatir busnya sangat nyaman. Sengan kursi besar, tersedia sandaran kaki, bantal bahkan selimut. Saya yakin tidur kalian akan nyenyak, saya saja nyeyak hehe.
Jam 6 kami sampai di Toraja, ketika bus berhenti beberapa orang naik ke bus menawarkan jasa. Yang paling menarik perhatian saya adalah 'Kakak sangat beruntung datang sekarang, kebetulan sedang ada yang meninggal' Nah loh. Yep, di Toraja terdapat dua hajat akbar, ketika manusia menikah dan meninggal. Jika yang meninggal merupakan keluarga kaya, akan diadakan secara besar-besaran. Dan kami ternyata sedang beruntung karena ada seorang Nenek kaya yang baru saja meninggal. Tapi saya abaikan Bapak tersbut karena saya belum sholat dan sedang kebelet. Yang kemudian saya lakukan adalah mencari mesjid (susah pake banget) dan toilet.

Selesai sholat shubuh yang terlambat, kami mencari sarapan. Hemmm mencari makanan adalah aktivitas yang sangat susah di Toraja, karena saya muslim dan rata-rata makanan di sini mengandung yang haram bagi saya hehe. Namun ada beberapa restoran atau rumah makan halal kok di Toraja, selama kita mau mencari.
 Selesai sarapan, kami mencari tempat peminjaman motor. Kami menyewa motor matic dengan biaya Rp. 80.000 selama 24 jam. Setelah mendapatkan motor dan mengisi bahan bakar, kami memulai perjalanan pertama. Mengunjungi upacara orang meninggal hehe. Sebelumnya sudah diberitahu oleh masyarakat bahwa sebaiknya kami membawa bingkisan jika ingin datang ke 'ngelayat' (saya tidak tau bagaimana harus mengistilahkannya). Maka saya membeli gula dan roti (hasil bertanya ke Ibu warung). Dan ternyata di lokasi ngelayat sudah banyak sekali orang, khusunya wisatawan. Wahh bener-bener menjadi tempat wisata. Pemandangan di depan saya seperti sedang Ied Qurban, hanya saja di sini yang bergelimpangan bukan sapi dan kambing. Melainkan Kerbau dan Babi -_-.  Puas melihat-lihat prosesi kematian dan menikmati suguhan yang disediakan (demi sopan santun saya harus memakannya, mereka bahkan mengatakan 'ini halal kok'), kami melanjutkan perjalanan
Berbicara tentang Toraja, ini adalah kali pertama saya pergi ke Toraja dan ini akan menjadi trip nekat saya yang lainnya. Ya saya punya kebiasaan nekat ketika trip, namun ini pertama kalinya saya mengorbankan seorang teman dalam perjalanan nekat saya hehe. Satu-satunya pedoman saya ketika ke Toraja hanyalah info trip yang di share di WAG Backpacker Jakarta (BPJ), dan itu berhasil (Terima Kasih BPJ). Lolai dan Ollon menjadi wishlist gue sedangkan Len lagi-lagi hanya follower, kemudian selama perjalanan kita berbagi tugas. Len yang menyetir dan saya yang menunjukkan arah dengan berkiblat kepada Google Map. Maka setelah wisata ngelayat, kami  mengunjungi Kete Kesu dilanjutkan ke Lomo dan Londai. Sore hari kami menuju Lolai karena malamnya kami akan menginap di sana, agar besok pagi bisa melihat sunrise dan kumpulan awan yang mengagumkan.

Dan keputusan untuk bermalam di Lolai itu ternyata keputusan yang tepat. Karena ternyata waktu terbaik untuk melihat kumpulan awan itu pada pukul 7 pagi, dimana saat itu orang-orang sudah meninggalkan Laloi sedangkan kami masih berada di sana untuk merapikan tenda.
Pergi ke Ollon adalah pengalaman yang paling ingin saya ceritakan kali ini, dan saya sangat bersyukur bahwa Len adalah partner travelling saya saat itu. Ollon itu adalah satu wilayah yang sangat indah namun memiliki akses perjalanan yang sangat sulit dan lokasinya tidak terdapat di Google Map. Perjalanan kami dari Toraja ke Ollon memakan waktu 4 jam lebih dengan medan yang sangat sulit dilalui jika menggunakan motor matic. Sebelum masuk Ollon terdapat tulisan ‘Ollon ±10 Km’ Namun 10 km tersebut kami lalui selama 1 jam lebih, kebayang kan bagaimana rute yang harus kami lalui. Bahkan ada masanya saya harus turun dari motor karena jalanan yang terlalu curam atau motor kami yang terpaksa harus melewati sungai. Belum lagi kondisi kami berdua yang masing-masing membawa keril, duh makin menambah beban perjalanan. Namun usaha tidak akan mengkhianati hasil, karena pemandangan di Ollon benar-benar indah. Teramat sangat indah. Saya merasa seperti sedang berada di Selandia Baru.
Len yang sell saga kepanasan
Menginap di Ollon satu malam, berburu sunrise dan kami melanjutkan perjalanan. Saya melihat di postingan Instagram salah satu teman tentang lokasi wisata yang terdapat ayunan yang menghadap ke tebing. Pemandangannya sangat indah dan menguji adrenalin. Maka saya mengajak Len ke sana, dan lagi-lagi dia ikut saja. Dari Ollon ke Enrekang kami harus menempuh perjalanan selama 3 jam. Itu perjalanan yang lebih berat lagi karena kami sama sekali tidak tahu lokasinya, berkali-kali kesasar walau sudah menggunakan  Google Map, udara yang sangat panas dan kami kelaparan sedangkn tidak menemukan warung makan. Sampai akhirnya kami menemukan warung, kami akhirnya makan di sana. Si Ibu warung memasak Indomie, ah dia bahkan tidak memasaknya, hanya mencelupkannya ke air panas hahahaha.

Akhirnya kami sampai di Enrekang, di tempat ayunan itu berada. Namun ternyata lokasi wisata itu sudah tidak ada lagi, kabarnya sudah pindah. Hanya terdapat seutas tali webbing yang diikat di sebatang pohon, tanpa pengamanan. Saya hanya melihat tanpa berani naik. Kemudian Len berkata,’Just try, if you fall you die’dan saya hanya mendelik. Melihat saya tidak merespon Len mencobanya sendiri, dan dia sangat menikmatinya. Demi melihat dia yang sangat menikmati berada di ayunan tali tersebut, saya pun minta gentian. Awalnya degdegan, lama-lama gamau turun hahahahaha.
Selesai dari Enrekang, kami kembali lagi ke Toraja untuk mengembalikan motor dan kembali pulang ke Makassar. Hari itu adalah hari terakhir kami ke Toraja, karena malamnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Makassar. Ntah apes atau kurang sedekah, malam itu di bus menuju Makassar saya kehilangan hape saya berikut foto-foto saya selama dua bulan di Maluku dan 3 hari di Toraja dan Makassar. Syukurlah ada Len yang rajin mengabadikan moment saya di hapenya, jadi beberapa moment saya di Makassar dan Toraja masih aman di handphonenya. Selama 10 hari full travelling bersama Len saya baru sadar akan satu hal, punya partner travelling itu ternyata seru juga. Tapi pastikan kita cocok dengan partner travelling kita hehehe.


Minggu, 20 Oktober 2019

Kehabisan tiket kereta di situs Online? Coba datang langsung ke Stasiun.

Pernah kehabisan tiket kereta secara online ga? Cek di aplikasi semuanya habis? Well saya baru saja mengalaminya kemarin. Tapi akhirnya saya bisa dapat tiket kereta murah yang saya mau dengan datang langsung ke stasiun. Oh ya ini untuk tiket kereta jarak jauh ya.  Jadi ini kesimpulan yang bisa saya dapat hari dari pemburuan tiket hari ini.
1. Kuota tiket di aplikasi travel (Traveloka, Tiket.com) berbeda dengan website KAI/Aplikasi KAI (lebih gampang pake aplikasi KAI Access). Lebih banyak di website KAI. Pun ketersediaan tiket website KAI dengan mesin pembelian tiket di KAI berbeda.
Tadi saya cek di Aplikasi KAI sudah habis, akhirnya saya ke Stasiun Senen karena posisi sedang di Plaza Atrium. Dan ternyata tiket yang saya pengen (yang di website sudah habis) masih tersedia di mesin pembelian tiket.

2. Pembelian tiket di mesin tiket susah susah gampang, bukan susah dalam pengoperasian sistemnya. Tapi susah di touchscreennya. Kudu sabaaaarrrr banget, karena dia sensitif kaya pantat bayi (salah bedak doang merah) . Tapi ada petugas yang membantu kita dalam proses pembelian. Dan saya sarankan mending pake debit alih-alih pakai cash. Mesinnya manja dan pemilih, uang lecek dikit dia gamau terima soalnya :(. Lagipula biayanya sama-sama 7.500 ini. Oh ya dia bisa menerima semua debit, kecuali BCA. Mungkin dia anti asing.

3. Pembelian tiket ke petugas hanya bisa dilakukan pagi hingga jam 11 siang. Tapi pembelian tiket di mesin bisa dilakukan 24 jam. Tapi kalau pembelian tiket Go Show (24 jam sebelum keberangkatan) bisa via petugas.
So, semoga ini bermanfaat.

Senin, 21 Januari 2019

Perjalanan ke Bajawa, Ngada. Nusa Tenggara Timur

Perjalanan kali ini sedikit berbeda, karena selain berwisata dan berpetualang saya juga datang untuk mengunjungi Pak Made dan Kak Cyntia yang saat ini menjabat sebagai Dandim di Ngada. Ya sambil menyelam minum air, sambil silaturrahmi dapat bonus liburan hehe.

Perjalanan dimulai dari Jakarta dengan tiket Sriwijaya yang saya beli di STFJ dengan harga 600an. Perjalanan dari Jakarta pada pukul 06.05 WIB dengan menggunakan pesawat Sriwijaya dan sampai di Denpasar, Bali pada pukul 09.00 WITA. Seharusnya perjalanan saya dilanjutkan pada pukul 10.40 dengan menggunakan NAM Air, namun apa daya setelah mengalami delay yang sangat panjang kemudian baru berangkat pukul 15.00 WITA. Saya baru sampai di Labuan Bajo pada pukul 17.00 WITA. Mundur 6 jam dari jadwal awal. Huh.

Dikarenakan pesawat dari Labuan Bajo ke Ngada hanya ada sekali setiap harinya, yaitu pada jam 12.00 WITA. Maka tidak memungkinkan bagi saya untuk melanjutkan perjalanan ke Ngada. Kemudian saya menginap di hotel yang Exotis yang lokasinya sangat dekat dari Bandara. Kalian bisa berjalan kaki dari hotel ke bandara, dan ini bisa dijadikan opsi untuk kalian yang mempuyai jadwal terbang lanjutan. Mengingat transportasi dari Bandara ke kota lumayan mahal. 50.000 dengan taksi.

Keesokan harinya jam 11 kurang saya sudah berada di bandara and guess what, pesawatnya delay dong. Bahkan hingga jam 12 saja pesawat kecil itu belum juga menapakkan romanya di Bandara Komodo. Jam 12.32 WITA akhirnya pesawat datang dan kurang dari jam 1 para penumpang sudah berada di pesawat dan pesawat langsung lepas landas. Jam 01.30 akhirnya pesawat mendarat dengan sempurna di bandara Ngada. Sampai di Ngada, anggotanya Bapak sudah siap menyambut saya da kemudian saya melanjutkan perjalanan ke rumah Bapak dan Kak Tya.

Pusat kota Bajawa itu berada di dataran yang lebih tinggi lagi dari lokasi bandara, Kota yang kecil namun menyejukkan. Masih jam 2 saja kabut sudah turun ke kota dan menghalangi pandangan mata. Sepanjang jalan kita disambut pemandangan yang sangat indah, melewati Gunung Pasir yang pasirnya terus dikerik. 35 menit mengendarai mobil akhirnya sya sampai di rumah Bapak. Rumah itu sangat asri dengan halaman luas dan pohon kelengkeng di depannya, lokasinya tepat berada di sebelah kantor Kodim karena rumah itu adalah rumah dinas Dandim. Ah saya lupa memberitahu kalian bahwa Bapak adalah Dandim di Ngada.

Ketika saya masuk ke rumah langsung disambut Kak Tya dengan pelukan dan kalungan kain khas Bajawa. Sungguh saya sangat terharu! Ketika diantar ke kamar yang nantinya akan saya tempati selama saya berada di Bajawa, saya dibikin kaget karena ternyata sudah ada Kak Yeni di sana. Seminggu sebelum keberangkatan ke Labuan Bajo, kak Yeni memberitahu kalau dia membatalkan keberangkatannya. Waktu itu saya juga hampir membatalkan keberangkatan saya karena Males juga sendirian. Well they successed to prank me -_-

Makan siang pertama saya memakan masakan Kak Tya langsung, sop ikan yang rasanya sangat enak. Di Bajawa yang udaranya dingin, sop ikan panas adalah pasangan yang sangat cocok.
Sore harinya saya dan Kak Yeni baru bisa bertemu Pak Made karena memang jadwalnya yang sibuk. Malam harinya kami diajak untuk nongkrong di Cafe yang lokasinya tak jauh dari rumah Kak Tya. Mungkin karena mayoritas turis yang datang adalah foreigners, menu makanan yang tersedia di Cafe juga tak jauh dari menu kebarat baratan . Menu ditulis dalam bahasa Inggris dan live musik yang ditampilkan juga dalam bahasa Inggris. Namun kami menemukan satu menu unik. Jus advokat hehehe

Jumat, 27 Juli 2018

Perjalanan Pertama Ke Papua

Ini masih kaya mimpi, gue berada di sini di daerah yang menjadi mimpi gue sejak dulu. Papua! Gue pengen banget ke Papua lebih dari gue pengen ke daerah manapun di Indonesia. Alasannya? Karena sejarahnya, lokasinya dan mungkin juga kehidupan masyarakatnya. Dan yang jelas karena rasa penasaran gue akan Papua itu sendiri dengan segala ceritanya. Tapi yang jelas Papua seperti magnet bagi gue, sejauh apapun gue travelling, Papua tetap menjadi my dream city. And I did it, here I am now in my dream city and feel like a dream.
Kunjungan gue ke Papua ini memang bukan murni untuk travelling, ada agenda lain di sini dan travelling hanyalah agenda sampingan namun yang utama hahaha.

Perjalanan gue ke Papua dimulai dengan kesalahan gue ngeliat jam penerbangan. Gue beranggapan berangkat jam 1 AM waktu Jakarta dan berangkat terburu-buru karena takut terlambat. Dan ternyata ketika selesai chek in dan mba yang jaga bilang kalau boarding jam 1.25, di situlah gue sadar kalau penerbangan gue jam 1.55 am dan gue sudah di Bandara sejak pukul 11 PM. How diligent Ra:))). Kemudian apa yang saya lakukan selama 2 jam menunggu waktu keberangkatan, ngobrol absurd dengan ibu-ibu sambil ngecas Hape.

Hingga akhirnya gue masuk pesawat dan tidak tidur selama 3 jam perjalanan Jakarta Manado karena nonton. Astagahh keliatan banget ga punya TVnya ya gue 😞. Dan kalian tau ga, gue menyesal tidak duduk di dekat jendela karena ternyata oh ternyata view sunrise dari pesawat itu keren banget dan gue melewatkannya. Bapak di barisan gue yang duduk di dekat jendela tidur dan tidak menikmati indahnya sunrise. Ah sad. Tapi gue tetap dapat foto dengan minta bantuan bapak yang akhirnya bangun ketika matahari sudah hampir sempurna.

Tidak lama setelah pemandangan sunrise, Pilot mengumumkan bahwa pesawat akan landing dan saat itu pukul 06.05 WITA (sesungguhnya gue baru tau Manado masuk wilayah tengah setelah barusan nanya ke Mas Polisi yang duduk sebelah gue yang kerjaannya nguap mulu. Mungkin beliau lelah mengawal Pak Kapolda). Sesampainya di Bandara Sam Ratulangi Manado, gue disambut another pemandangan keren. Yakni gunung atau bukit yang gue juga gatau namanya apa. Oh ya Bandara Sam Ratulangi itu ternyata kecil loh,  hanya bandaranya bagus. Banyak interior-interior khas Manado di sana. Wait I have some for you guys!

Seperti yang gue jelaskan di atas tadi soal pengetahuan baru gue tentang waktu di Manado, dan karena ini adalah pengalaman pertama gue transit. Jadi sesampainya di bandara gue pun bingung mau kemana dan harus gimana. Eh salah fokus, ternyata bener kalau orang Manado itu tjakep-tjakep guysss, jadilah gue betah nanya padahal udah ngerti muehehehehehe. Iyes dan karena jam tangan gue masih WIB dan gue waktu itu nyangkanya kalau Manado masuk Wita, gue panik sendiri ketika di waiting room. Duh ini waktunya udah tapi kok belum dipanggil-panggil sih, dan akhirnya nanya sampe dua kali ke petugas. Ketika berntanya yang kedua kalinya, eh ternyata pemanggilan buat flight gue juga sedang dilakukan. Jadilah gue sekalian chek in daaan ini juga jadi pengalaman pertama gue menjadi penumpang yang masuk pertama ke pesawat hahahaha.

Perjalanan dari Manado ke Papua yang memakan waktu 4 jam sudah pasti gue habiskan hanya untuk tidur hingga pesawat landing di Bandara Papuanl yang berlokasi di Sentani. Dan sepertinya pesawat yang gue naiki transit di Sorong untuk selama satu jam, tapi gue antara sadar dan tak sadar 😅. Begitu sampai di Bandara nungguin bagasi yang lama (ternyata Tag Bagasi gue hilang, jadi koper gue ngga di lewat di garbarata. Nah pertanyaan gue gimana bisa itu tag bagagenya bisa lepas, kan itu kuat banget yak lemnya. Tapi syukur petugas bagasinya bagus kerjanya, mereka khawatir ada yang ambil bagasi gue). Keluar bandara gue sudah dijemput oleh Tante dan Panitia kegiatan (hemm semacam terjadi perebutan penjemputan hahahaha). Tapi karena Tante gue exited banget (secara gue adalah ponakan pertama yang berkunjung ke Papua), jadi gue ikut tante gue dan panitia mengikuti di belakang. And apa yang terjadi setelah gue sampai, gue mengalami jetlag selama dua hari 😞.

Rabu, 04 April 2018

Ambon

Ini pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di wilayah Timur Indonesia. Kali ini saya berkesempatan mengunjungi kota Ambon yang berada di provinsi Maluku. Sebenarnya kunjungan saya ke Ambon kali ini dalam rangka kongres HmI, organisasi yang saya geluti sejak jaman kuliah dahulu. Tapi kongres hanya menjadi batu loncatan saja untuk kemudian saya bisa mengeksplore Ambon. Jadi niatnya setelah saya melaksanakan kewajiban saya selama kongres, saya akan melanjutkan perjalanan. Kesan pertama saya ketika menginjakkan kaki di Ambon adalah, panas dan gerah. Padahal ketika saya sampai waktu itu kondisi sedang hujan dan waktu menunjukkan pukul 19.00WIT dan sudah tidak adalagi matahari tapi tetap saja panas. Mungkin hal tersebut dikarenakan wilayah Ambon yang memang mayoritas lautan. Saat ini, di Ambon sendiri tempat tinggal masyarakatnya diatur berdasarkan agamanya. Terdapat wilayah umat Muslim dan umat Kristen. Namun hal tersebut hanya berlaku di dua agama mayoritas saja, Islam dan Kristen. Hal tersebut merupakan hasil dari konflik agama yang pernah dialami oleh Ambon bertahun-tahun silam. Namun tidak usah takut, kondisi Ambon saat ini sudah aman dan tentram. Lalu lintas di Ambon menurut saya semrawut, hal tersebut karena sopir angkot yang menyetir dan berhenti seenak jidat (tidak jauh berbeda dengan semua supir angkot di wilayah Indonesia lainnya) ditambah pengendara motor yang saya pribadi ga ngerti maksud san tujuan hidupnya apa. Itu pengendara motor mayoritas sangat ugal-ugalan dan sepertinya memiliki nyawa yang sangat banyak. Bahkan ketika di Ambon mobil yang saya kendarai pernah ditabrak oleh pengendara motor yang mana si pengendara merupakan siswa SMK dan mengendarai motor tanpa SIM, STNK nahkan plat motor. Sungguh membuat saya melongo. Oh iya jika kamu tidak terlalu ahli dalam mengendarai mobil, sebaiknya tidak usah menyetir ketika di Ambon. Terkait akan ugal-ugalannya pengendara motor di Ambon ditambah jalanan di Ambon sungguh menguji adrenalin. Beberapa jalanan di Ambon dimayoritasi oleh tanjakan dan turunan yang lumayan curam, ditambah jalanan di Ambon tidaklah seluas jalanan di Jakarta. Buat saya pribadi menyetir di tanjakan yang dibarengi oleh belokan dan ramai merupakan ujian bagi pengendara mobil kopling hehe. Tapi ada yang unik dari aupir angkot di Ambon, jadi kalau pengalaman saya di Jakarta jika uang saya seharusnya ada kembalian, terkadang supir angkot di Jakarta enggan memberikan kembaliannya. Namun tidak jika di Ambon, seribu rupiahpun akan dibalikkan. Saya pengalaman soalnya. Bahkan kata teman yang tinggal di Ambon, jika ada kembalian dua ratus rupiah juga akan dibalikkan. Keren ya. Makanan di Ambon, hemm so far saya tidak ada masalah dengan rasa makanan. Karena Ambon adalah daerah yang kaya sekali akan rempah-rempah jadi menurut saya makanannya baik-baik saja. Rasanya tak jauh beda dengan makanan Indonesia lainnya. Oh ya jangan kaget jika di Ambon seafood merupakan makanan yang biasa saja. Maksudnya jika di Jakarta seafood masuk klasifikasi makanan yang mahal pun belum tentu kita mendapatkan seafood yang segar jika di Jakarta. Namun di Ambon kita bisa mendapatkan ikah, cumi, udang serta makanan lain lagi dengan harga murah dan kualitas yang segar pula. Waw sekali bukan. Hehe Untuk mencoba seafood saya menyarankan untuk mencoba seafood di daerah Amplas (Ambon Plaza). Di depan Amplaz kalian akan menemukan deretan warung tenda yang menjajakan seafood berbagai ukuran dan berbagai jenis. Pilih sesuka hati saja dan jangan lupa bayar pastinya hehe. Tidak perlu khawatir dengan biayanya, karena jika dibandingkan di Jakarta harganya akan berkali-kali lebih murah. Oh ya jangan lupa untuk mencoba cumi tepungnya jika berkunjung ke sana hehe. Buat kalian yang ingin mengunjungi kafe dengan pesona pemandangan laut, ada beberapa opsi kafe yang bisa saya tawarkan. Ada Dermaga Cafe, Agniya Cafe, dan Wailela Cafe. Wailela lebih mahal jika dibandingkan dua kafe lainnya. Namun pemandangannya memang lebih juara sih hehe. Kalau rasa makanan, itu tergantung selera saja hehe Jadi, kapan mau main ke Ambon? Saya yakin Ambon tidak akan mengecewakan anda :) --- Shared with https://goo.gl/9IgP7