Saya
tidak pernah punya teman travelling sebelumnya sampai saya bertemu
dengan Len. Lelaki Belanda yang saya temukan di pinggir jalanan Kei (Bahasanya
kaya kasar ya, tapi emang iya heyyy. Saya menemukannya!). Saya menasbihkan diri
saya sebagai solo travelling karena menurut saya akan ribet jika travelling
dengan orang lain, apa lagi jika saya memakai metode backpacker.
Setelah
pertemuan saya dengan Len di Kei, kita berjanji akan bertemu di Ambon untuk
kemudian menentukan arah perjalanan kita selanjutnya. Awalnya kita akan pergi
ke Papua saja, ke Korowai lebih tepatnya. Saya sangat ingin mengunjungi rumah
masyarakat pedalaman yang berada puluhan meter di atas tanah. Di satu sisi saya
juga sudah berkomunikasi dengan teman asal Jerman (Julian namanya) yang sudah
berada si Jayapura, Papua. Dia sedang melakukan visa run hehehehe.
Diskusi-riset-diksusi-riset
akhirnya kami memutuskan untuk membatalkan kepergian kami ke Korowai dengan
alasan keselamatan. Julian tidak menyarankan saya untuk mengunjungi Korowai
dengan alasan saya perempuan berhijab. Saya bisa mengunjungi Korowai jika saya
rela membuka hijab saya. Well, menurut Julian Pendeta yang 'menjaga'
masyarakat Korowai cukup fanatik. Bahkan Julian saja mengaku sebagai protestan
padahal dia seorang katolik.
Kemudian
kami sempat memutuskan untuk ke Manokwari atau Sorong. Tapi ternyata kami
terkendala waktu. Intinya kami hanya memiliki waktu seminggu. Ah sayang sekali
jika pergi ke Papua hanya seminggu, sudahlah mahal dan hanya bisa sebentar.
Akhirnya setelah berfikir ekstra, kami (saya sih sebenernya, karena kata Len 'I
will follow where ever you go) memutuskan untuk pergi ke Toraja. Pun kami
sudah bosan melihat laut laut dan laut, jadi mari kita berkelana di dataran
tinggi. Dan Sulawesi yang paling possible.
Kami
sampai di Makassar ketika matahari sedang terik-teriknya. Saya sebelumnya sudah
menghubungi rakyat saya yang tinggal di Makassar tentang kedatangan saya (Well
saya adalah presiden yang punya beberapa rakyat dan tersebar di seluruh
Indonesia haha). Tak lama menunggu di bandara, rakyat saya datang dan kami
langsung meninggalkan bandara. Makan Coto Makassar adalah kegiatan selanjutnya
yang kami lakukan. Selesai makan, kami langsung ke pool bus untuk
membeli tiket bus yang akan membawa kami ke Toraja.
Kami
masih punya banyak waktu sebelum jadwal keberangkatan ke Toraja, Bangsawan
(rakyat saya bernama awal Andi, dan saya memanggilnya Bangsawan) membawa kami
ke Pantai Losari dan Benteng Rotterdam. Apalagi lokasi kedua tempat tersebut
sangat dekat, jadi akan sangat memudahkan para traveller yang memiliki
waktu sedikit namun tetap ingin mengunjungi tempat wisata di Makassar.
Singkat
cerita, jam 9 malam kami berangkat ke Toraja. Oh ya, setiap hari ada dua jadwal
keberangkatan ke Toraja. Jam 9 pagi dan jam 9 malam, dan jarak Makassar-Toraja
memakan waktu 10 jam perjalanan. Demi alasan menghemat waktu, kami berangkat
malam hari, sehingga bisa tidur di bus dan besok paginya langsung eksplore
Toraja. Jangan khawatir busnya sangat nyaman. Sengan kursi besar, tersedia
sandaran kaki, bantal bahkan selimut. Saya yakin tidur kalian akan nyenyak,
saya saja nyeyak hehe.
Jam
6 kami sampai di Toraja, ketika bus berhenti beberapa orang naik ke bus
menawarkan jasa. Yang paling menarik perhatian saya adalah 'Kakak sangat
beruntung datang sekarang, kebetulan sedang ada yang meninggal' Nah loh. Yep,
di Toraja terdapat dua hajat akbar, ketika manusia menikah dan meninggal. Jika
yang meninggal merupakan keluarga kaya, akan diadakan secara besar-besaran. Dan
kami ternyata sedang beruntung karena ada seorang Nenek kaya yang baru saja
meninggal. Tapi saya abaikan Bapak tersbut karena saya belum sholat dan sedang
kebelet. Yang kemudian saya lakukan adalah mencari mesjid (susah pake banget)
dan toilet.
Selesai
sholat shubuh yang terlambat, kami mencari sarapan. Hemmm mencari makanan
adalah aktivitas yang sangat susah di Toraja, karena saya muslim dan rata-rata
makanan di sini mengandung yang haram bagi saya hehe. Namun ada beberapa
restoran atau rumah makan halal kok di Toraja, selama kita mau mencari.
Berbicara
tentang Toraja, ini adalah kali pertama saya pergi ke Toraja dan ini akan
menjadi trip nekat saya yang lainnya. Ya saya punya kebiasaan nekat
ketika trip, namun ini pertama kalinya saya mengorbankan seorang teman
dalam perjalanan nekat saya hehe. Satu-satunya pedoman saya ketika ke Toraja
hanyalah info trip yang di share di WAG Backpacker Jakarta (BPJ), dan
itu berhasil (Terima Kasih BPJ). Lolai dan Ollon menjadi wishlist gue
sedangkan Len lagi-lagi hanya follower, kemudian selama perjalanan kita berbagi
tugas. Len yang menyetir dan saya yang menunjukkan arah dengan berkiblat kepada
Google Map. Maka setelah wisata ngelayat, kami mengunjungi Kete Kesu dilanjutkan ke Lomo dan
Londai. Sore hari kami menuju Lolai karena malamnya kami akan menginap di sana,
agar besok pagi bisa melihat sunrise dan kumpulan awan yang mengagumkan.
Dan
keputusan untuk bermalam di Lolai itu ternyata keputusan yang tepat. Karena
ternyata waktu terbaik untuk melihat kumpulan awan itu pada pukul 7 pagi,
dimana saat itu orang-orang sudah meninggalkan Laloi sedangkan kami masih
berada di sana untuk merapikan tenda.
Pergi
ke Ollon adalah pengalaman yang paling ingin saya ceritakan kali ini, dan saya
sangat bersyukur bahwa Len adalah partner travelling saya saat itu.
Ollon itu adalah satu wilayah yang sangat indah namun memiliki akses perjalanan
yang sangat sulit dan lokasinya tidak terdapat di Google Map. Perjalanan
kami dari Toraja ke Ollon memakan waktu 4 jam lebih dengan medan yang sangat
sulit dilalui jika menggunakan motor matic. Sebelum masuk Ollon terdapat
tulisan ‘Ollon ±10 Km’ Namun 10 km tersebut kami lalui selama 1 jam lebih,
kebayang kan bagaimana rute yang harus kami lalui. Bahkan ada masanya saya
harus turun dari motor karena jalanan yang terlalu curam atau motor kami yang
terpaksa harus melewati sungai. Belum lagi kondisi kami berdua yang
masing-masing membawa keril, duh makin menambah beban perjalanan. Namun usaha
tidak akan mengkhianati hasil, karena pemandangan di Ollon benar-benar indah. Teramat
sangat indah. Saya merasa seperti sedang berada di Selandia Baru.
![]() |
Len yang sell saga kepanasan |
Menginap
di Ollon satu malam, berburu sunrise dan kami melanjutkan perjalanan.
Saya melihat di postingan Instagram salah satu teman tentang lokasi wisata yang
terdapat ayunan yang menghadap ke tebing. Pemandangannya sangat indah dan
menguji adrenalin. Maka saya mengajak Len ke sana, dan lagi-lagi dia ikut saja.
Dari Ollon ke Enrekang kami harus menempuh perjalanan selama 3 jam. Itu
perjalanan yang lebih berat lagi karena kami sama sekali tidak tahu lokasinya,
berkali-kali kesasar walau sudah menggunakan
Google Map, udara yang sangat panas dan kami kelaparan sedangkn tidak
menemukan warung makan. Sampai akhirnya kami menemukan warung, kami akhirnya
makan di sana. Si Ibu warung memasak Indomie, ah dia bahkan tidak memasaknya,
hanya mencelupkannya ke air panas hahahaha.
Akhirnya
kami sampai di Enrekang, di tempat ayunan itu berada. Namun ternyata lokasi
wisata itu sudah tidak ada lagi, kabarnya sudah pindah. Hanya terdapat seutas
tali webbing yang diikat di sebatang pohon, tanpa pengamanan. Saya hanya
melihat tanpa berani naik. Kemudian Len berkata,’Just try, if you fall you
die’dan saya hanya mendelik. Melihat saya tidak merespon Len mencobanya
sendiri, dan dia sangat menikmatinya. Demi melihat dia yang sangat menikmati
berada di ayunan tali tersebut, saya pun minta gentian. Awalnya degdegan,
lama-lama gamau turun hahahahaha.
Selesai
dari Enrekang, kami kembali lagi ke Toraja untuk mengembalikan motor dan
kembali pulang ke Makassar. Hari itu adalah hari terakhir kami ke Toraja,
karena malamnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Makassar. Ntah apes atau
kurang sedekah, malam itu di bus menuju Makassar saya kehilangan hape saya
berikut foto-foto saya selama dua bulan di Maluku dan 3 hari di Toraja dan
Makassar. Syukurlah ada Len yang rajin mengabadikan moment saya di
hapenya, jadi beberapa moment saya di Makassar dan Toraja masih aman di handphonenya.
Selama 10 hari full travelling bersama Len saya baru sadar akan satu
hal, punya partner travelling itu ternyata seru juga. Tapi pastikan kita
cocok dengan partner travelling kita hehehe.